Kebijakan Pendorong Agroindustri Tepung dalam Prespektif Ketahanan Pangan

Main Article Content

Tajuddin Bantacut

Abstract

Peringatan Malthus bahwa kebutuhan pangan bertambah secara berlipat, sementara produksi naik bertahap masih relevan dengan situasi sekarang. Relevansi ini terutama tampak pada bahan pangan pokok, khususnya Indonesia yang hampir sepenuhnya bergantung pada satu komoditi beras. Kesalahan filosofis dan praktis terjadi karena bahan pokok diartikan sebagai beras, bahkan banyak masyarakat yang sebelumnya tidak mongkonsumsinya dokonversi menjadi konsumen tetap. Dalam dunia pangan, bahan pokok diartikan sebagai sumber kalori yang kandungan utamanya karbohidrat. Indonesia yang memiliki lahan, iklim dan keragaman hayati yang tinggi mempunyai tanaman penghasil karbohidrat yang banyak seperti singkong, ubi jalar, kentang, uwi, gadung, tales dan sukun. Persoalannya adalah bahan pangan ini selain sulit ditangani dalam jumlah besar juga belum dikonsumsi sebagai pangan pokok secara luas. Pengolahan bahan tersebut menjadi tepung dapat memudahkan penanganan dan penyiapan. Oleh karena itu, upaya untuk mengembangkan industri tepung sebagai langkah awal mengurangi ketergantungan pada beras perlu didukung dengan kebijakan yang memadai. Agroindustri tepung perdesaan dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus memperkuat ketahanan pangan. Diversifikasi bahan pangan pokok menjadikan sektor pertanian sangat dinamis mengikuti perkembangan pasar.

Article Details

Section

Articles

References

Antarlina, S.S., 1998. Utilization of sweet potato flour for making cookies and cakes. In Hendroatmodjo, K.H., Y. Widodo. Sumarno, and B. Guritno {Eds.). Research Accomplishment of Root Crops for Agricultural Development in Indonesia.

Research Institute for Legume and Tuber Crops, Malang, Indonesia, p.127-132.

Asian Development Bank, 2000 PRC Agroindustry and Rural Enterprise Approaches and Experience ADB / TA3150-PRC: AStudy on Ways to Support Rural Poverty Reduction Projects/Final Report/October 2000.

Bantacut, T., 2008. Kebijakan Pengembangan Agroindustri Perdesaan. Direktorat Jendral Pengolahan Hasil Pertanian, Jakarta.

Bantacut, T. A.M. Fauzi, dan S.Budijanto 2003. Studi kaji tindak bantuan ada usaha mikro dan usahakecil Agroindustri di dalam Syukur, M.A.m. Fauzi dan D. Rachmawari. (Eds.) Lembaga Keuangan Mikro. Business Innovation Center of Indonesia dan Kantor Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Bogor.

Bantacut, T., Sutrisno, dan D.F. Ayu Rawi, 2001. Pengembangan ekonomi berbasis usaha kecil dan menengah. Di dalam Haeruman. H. dan

Eriyatno (Eds.). Kemitraan Dalam Pengembangan Ekonomi Lokal. Yayasan Mitra Pembangunan Desa-Kota dan Business Innovation Center of Indonesia.

Foster, A. D. and M. R. Rosenzweig 2003. Agricultural Development. Industrialization and Rural Inequality. Harvard University and Brown

University. The research for this paper was supported in part by grants NIH HD30907 and NSF, SBR93-08405 and by the World Bank.

Galor, Z. 1998. Small Scale Industries-Concepts and Realizations: The Israeli Case Study- The Creation of Non-Agricultural Employment (NAE), International Institute of the Histadrut, Israel.

Glover. D. 1994. Contract Farming and Commercialization of Agriculture in Developing Countries in von Braun, J. and E. Kennedy (Eds.) Agricultural Commercialization, Economic Development and Nutrition, p. 166-175. Johns Hopkins.

Haggblade, S., PBR Hazell, and T. Reardon. 2001. Strategies for stimulating equitable growth of the rural nonfarm economy in developing countries. Invited paper for keynote address at the 74m EAAE Seminar, Livelihoods and rural poverty: technology, policy and institutions, September 12-15,2001, Imperial College at Wye, United Kingdom.

Johnson, D. G. 2000. Population, Food, and Knowledge. American Economic Review, Vol. 90 (1) pp. 1-14.

Lanjouw, J.O. and P. Lanjouw. 2001. The rural non farm sector: issues and evidence from developing countries. Agricultural Economics 261(1):1-23.

Milicevic, X., J. Berdegue, and T. Reardon. 1999. Linkage Impacts of Farming with Agroindustrial Contracts: The Case of Tomatoes in Chile. RIMISP (Red Internacional de Metodologias de Investigacion de Sistemas de Produccion. Chile). IESA FAO

Morley, S. A 2000. Case Studies of programs to combat rural poverty in Latin America. IFPRI

Notohadiprawiro, T dan J.E. Louhenapessy. 1992. Potensi sagu dalam penganekaragaman bahan pangan pokok ditinjau dari persyaratan lahan. Makalah disampaikan pada Simposium Sagu Nasional, Ambon 12-13 Oktober 1992.

Reardon, T, J.E. Taylor, K. Stamoulis, P. Lanjouw and A Balisacan. 2000. Effects of nonfarm employment on rural income inequality in developing countries: an investment perspective. Journal of Agricultural Economics, 51(2); 266-288.

Rehber, E. 1998. Vertical Integration in Agriculture and Contract Farming, NE-165 Private Strategies, Public Policies and Food System Performance, Working Paper Series No:46 Connecticut, USA.

Weinberger, K. and T.A. Lumpkin. 2005. Horticulture for poverty alleviation—the unfunded revolution. Shanhua, Taiwan: AVRDC - The World Vegetable Center, AVRDC Publication No. 05-613, Working Paper No. 15. 20 pp.

World Food Program, 2006. Food Security Assessment and Phase Classification Pilot. Indonesia. In Cooperation With FAO, Food Security Council, BAKORNAS, Ministry of Health. SEAMEO.ACF, SMERU, and ECHO. Jakarta.

Zuraida, N dan Y. Supriati, 2001. Usahatani Ubi Jalar sebagai Bahan

Pangan Alternatif dan Diversifikasi Sumber Karbohidrat. Buletin AgroBio 4(1): 13-23